30 Maret 2008

Dimakan Saja Kuenya



Jika kebosanan sudah mulai memuncak maka alternatif yang bisa kita ambil adalah meninggalkannya (atau menciptakan sesuatu yang baru). Saya termasuk tipikal orang yang mudah bosan melihat angka. Melihat penjumlahan, pengurangan, dan seterusnya.

Beberapa mantan teman saya di bangku perkuliahan (dulu) memilih kampus FISIP ternyata mempunyai alasan serupa. Mereka mengira disana tidak akan menemukan dunia angka lagi, kecuali hanya statistika. Ruwet ketemu angka melulu. Mulai SD sampai SMA. Dua belas tahun lamanya. Sedangkan kalo di FISIP kita akan lebih banyak menggunakan kekuatan nalar kita, bagaimana kita ditantang untuk membaca fenomena sosial.

Tapi kenyataan memang tidak bisa dipungkiri, angka akan selalu berada di sekitar kita sampai kapanpun dan dimanapun. Termasuk dalam pekerjaan saya sekarang ini, dimana saya berhadapan grafik dan data setiap hari. Untung saya tidak bertugas menghitungnya. Saya hanya mendesainnya saja, mengolah dari data mentah menjadi tampilan visual yang enak dipandang.

Grafik macamnya banyak, salah satunya adalah grafik pie (lingkaran), yaitu grafik berbentuk lingkaran yang terbagi ke dalam beberapa bagian untuk membandingkan suatu nilai (proporsi) dari beberapa kategori. Kata lainnya adalah grafik yang berbentuk seperti kue pie. Bosan!! menjemukan. Lagi-lagi ketemu makhluk bernama definisi?? payah!!

Memang lebih enak makan kue pie-nya aja ya?

(Kalo pingin tahu macam-macam grafik silakan klik disini)

28 Maret 2008

Bersandiwara



Kalo ngomong soal pornografi di media (cetak/elektronik), sebenarnya siapa sih yang paling bersalah itu? apakah:
1. Modelnya (yang katanya profesional demi tuntutan pekerjaan)
2. Pemilik media (yang punya modal untuk menayangkan)
3. Seniman (yang katanya bermain dengan keindahan)
4. Masyarakat (yang belum bisa berpikiran maju-kedepan)

Kalau monyet sih nggak malu meskipun telanjang. Tapi meskipun begitu akhirnya gambar anunya saya sensor juga. Kata Mas Darwin (teori evolusi), monyet kan asal-usul manusia. Hayuu ngaku nggak??

Ngomong soal sensor mensensor nih, dalam hitungan beberapa hari ke depan pemerintah Indonesia akan menutup akses situs-situs yang berbau pornografi. Kapok!! rasain yang suka gatelan!!

Nonton film Indonesia di bioskop juga banyak sensornya. Huuh, padahal itu kan karya kreatif!! yang nggak disensor sampai sekarang itu ya nonton topeng monyet.
Sudah murah, meriah lagi... (tapi kasian monyetnya). Monyetnya dipaksa untuk bersandiwara, berlagak seperti manusia.

26 Maret 2008

Bahasa Jiwa, Bahasa Surabaya



Beberapa bulan yang lalu saya sering menemukan bahasa Palembang pada naskah (dari redaktur) yang mau dibuat kartun. Seringkali saya bingung karena nggak ngerti artinya, apa maksudnya. Kalo dipelajari sih sebenarnya bisa. Itupun sambil nanya teman di sebelah.

Saya lebih paham bahasa lokal suroboyoan. Meskipun sedikit kasar (kata banyak orang) sih. Tapi kalo mau belajar yang nggak kasar, pakai kertas gosok aja hua-hua-hua...

Dibawah ini contoh dialog anak Surabaya. Jangan ketawa ya sebelum membaca semuanya.
A: Ojo' nggondhok po'o. He!! dijak ngomong malah mbidek ae
B: Timbangane awakmu kakean cangkem
A: Yowis. Sepurane sing akeh. Eh iko lho (karo ndudhing) koyok-ane koen ditoleki bapakmu. Kajange lapo se marani awakmu?
B: Ojo' medhen-medheni ae ta la?!! paling bapakku kate njaluk diundhohno kathes maneh. Soale winginane wis kemampo.
A: Brati gak atek diimbuh meneh? engkok aku ngah-ono yo?
B: Koen arep pa? Biasane nek dike'i mesti diguak ngono.
A: Ngewenyhek. Yo gelem ma.
B: Tak ke'i loro. Sijine kanggo adekmu. Tapi urup-pono yo. Hehehe... Gak, gak!!. Guyon kok aku. Iki lho kathes-e, ojo' tukaran karo adekmu yo.
A: Ooo, lambhemu iku...

Artinya:
A: Jangan ngambek gitu dong. Hoi, diajak ngomok malah diam (seribu bahasa)
B: Daripada kamu kebanyakan omong
A: ya sudah. Aku minta maaf. Eh itu lho (sambil menunjuk) sepertinya kamu dicari ayahmu. Mau ngapain menemui kamu?
B: Jangan nakut-nakuti gitu?!! Mungkin ayahku mau minta di ambilkan pepaya lagi. Soalnya kemarin sudah matang.
A: Berarti nggak pake di simpan (dalam sebuah tempat yang hangat supaya cepat matang)? Ntar aku disisain ya?
B: Emang kamu mau? Biasanya kalo dikasi selalu dibuang gitu.
A: Menghina. Ya mau dong
B: Aku kasi dua. Satunya buat adikmu. Tapi ntar diganti ya. Hehehe... Nggak, nggak!! Aku bercanda kok. Ini lho pepayanya, jangan bertengkar sama adekmu ya.
A: Ooo, dasar (mulut) mu...

24 Maret 2008

Si Manis Infografis



Pernah dengar apa itu infografis? Saya akan memberikan sedikit informasi tentang definisi infografis yang saya ambil dari berbagai sumber.

Pertama, infografis adalah gabungan tema besar kejadian yang informasinya digali secara mendalam kemudian ditampilkan secara bersamaan beserta foto yang menjelaskan tiap sudut permalahan (Mg3)

Kedua, Infografis adalah bagian dari informasi visual dalam surat kabar, peranannya adalah merepresentasikan data-data angka, naskah, grafik, diagram dan peta. Istilah infografis dalam jurnalistik lebih dikenal dengan sebutan visual journalism, infografis dalam surat kabar menjadi bagian penting untuk menyampaikan suatu permasalahan berita kedalam bentuk visual (Deden Maulana A.)

Ketiga, Infografis adalah info dalam bentuk grafis yang bertujuan mempermudah pembaca dalam memahami suatu persoalan atau peristiwa (S. Malela Mahargasarie)

Anyway, setiap hari pekerjaan saya adalah membuat infografis. Tidak hanya tabel yang saya buat, tapi juga ilustrasi kronologi yang terkadang harus selesai dalam waktu yang singkat. Bayangin aja, membuat empat sampai tujuh infografis dalam semalam (durasinya sekitar lima jam). Sedikit kewalahan sih, karena saya dituntut untuk kerja cepat tapi hasilnya bagus. Teman saya yang juga buat infografis mengeluh. "oalah, buat grafis kok dimandori...". Hmmm, kasian banget ya.

Kalau mau bagus mungkin saya bisa. Tapi kalau diberi waktu cukup. Untungnya saya masih diberi kesempatan buat grafis satu halaman penuh (koran). Itu terjadi hanya seminggu sekali dan terbit tiap hari senin. Sementara yang harian adalah "grafis kebutan' (grafis yang digarap secepat kilat).

Secara umum infografis yang saya buat selalu berhubungan dengan permasalahan masyarakat. Tentang korupsi, kecelakaan, kebanjiran, narkoba, subsidi, sembako, pilkada, dll. Saya cuma berharap mudah-mudahan karya yang saya buat bisa dinikmati masyarakat dan mereka menghargainya. Itu saja. Memberikan informasi kan juga termasuk perbuatan yang mulia. Ya nggak??

Tapi saya terbuka kok untuk dikomentari, atau di kasi masukan. Kalau ada waktu silakan mampir ke web di bawah ini. Ada beberapa contoh karya saya:
usmany.deviantart.com
karyasaya.blogspot.com

Udah masuk ke web di atas belom. Tebak hayo koran apa itu??

23 Maret 2008

Blacky or Pinky



Seniman itu nyentrik? memang identik seperti itu. Ada seorang teman saya, selama saya mengenalnya tidak pernah melepas baju dan celana hitam yang melekat di tubuhnya. Wah, bau donk? ya enggak. Kan pakaian hitamnya banyak, tidak cuman satu atu dua potong. Kecintaannya pada warna hitam membuatnya enggan melepaskannya.


Jadi jangan heran kalo liat orang yang memakai pakaian lengkap asesoris serba hitam. Bisa jadi dia seorang seniman. Bisa jadi lho. Berarti tidak semua yang pakaiannya serba hitam itu seniman. Pesulap seperti deddy cobuzier juga pakai baju hitam. Beberapa wartawan juga gemar memakai hitam-hitam. Komunitas muslimin di Makassar (yang tahun kemarin merayakan idul fitri lebih awal) juga begitu. Kalo Ninja? maling? untuk mengelabui aja kali yak?!

Saya tidak begitu tertarik untuk memakai yang serba hitam. Karena kulit saya berwarna sawo matang (tidak hitam kelam). Kulit saya tidak seperti warga keturunan bule (nggak ada yang nanya ya??). Lagipula warna hitam juga lebih menyerap sinar matahari. Rasanya pasti panas kalo siang hari, seperti dipanggang hidup-hidup.
Warna hitam menjadi pilihan barangkali supaya tampak beda dengan yang lain. Lebih menonjol di tengah kerumunan orang. Begitulah kira-kira. Tapi ada juga yang memakai hitam sebagai simbol atas perlawanan. Sebuah bahasa komunikasi nonverbal untuk melawan.

Atau saya pakai warna pink aja ya supaya beda? hehe. Pasti tampak. Bodoh amat, lebih baik saya menjadi diri saya sendiri aja. Bebas memadu-padan-kan warna dengan selera saya sendiri. Yang penting enak dipandang dan nggak telanjang. Beres saya pikir

22 Maret 2008

Harus Halus



Menurut pengamatan saya, seorang seniman (baca: perupa) biasanya mempunyai perasaan yang lebih halus dalam berkarya rupa. Karena dalam proses kreatifnya seorang seniman dituntut untuk memahami karakter yang mereka hadapi. Misalnya nih, saat menggambar still life maka dia harus bisa membedakan bagaimana perbedaan goresan (pensil) untuk tekstur kain, buah, atau beling yang semuanya itu mempunyai ciri khas masing-masing.

Bingung ya? artinya begini. Fungsi pensil harus bisa dimanfaatkan secara tepat. Ada kalanya harus memakai pensil keras (kode H, HB, 2B, F) dan ada waktunya memakai pensil yang lunak (4B, 6B, EB, EE). Dengan penyesuaian yang pas maka pencapaian volume (isi/kedalaman) sebuah gambar bisa tercapai dengan mudah.

Kalo menggunakan pensil mekanik gimana dong? tidak masalah juga sih. Itu kan hanya permasalahan teknik saja. Yang terpenting disini adalah hasil karya seni yang bisa membuat decak kagum setiap orang yang meilhatnya.

Karena dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam berkarya, maka suasana sekitar juga harus mendukung. Pilihan musik berairama rock klasik atau smooth jazz mungkin bisa sedikit membantu. Tapi jangan salah, ada juga teman saya yang justru tiap nggambar malah nyetel musik cadas seperti System of Down, Korn, dan beberapa musik Underground lainnya (baca: black metal) yang saya sendiri tidak paham sama sekali lirik apa yang dinyanyikan. Pokoknya ada suara-suara aneh gitu deh. Teman saya yang lain mengatakan itu musik untuk pemuja setan. Hmmm betul nggak ya??

Kembali lagi pada yang halus (setan kalee??). Seniman sebagai makhluk sosial seharusnya bisa juga bertutur kata dengan pilihan kata yang halus--bagus. Sehingga orang tidak hanya suka dengan karyanya tapi juga suka kepribadiannya. Mantap, kan? tidak ada yang tersindir, tidak ada yang disakiti hatinya. Sebaliknya semua orang merasa nyaman dekat dengannya.

Maaf, gambar di atas bukan karya saya. Gambar asli diambil dari sini.

Piss...

Sudah-sudah



Nggak terasa sudah hampir setengah tahun saya menghabiskan waktu di Jakarta. Gedung Bimantara yang awalnya menjadi kantor tempat saya bekerja sudah empat hari ini saya tinggalkan. Semua karyawan yang di bagian produksi (termasuk artistik) pindah ke gedung sebelah yang hanya dua lantai itu.

Naik turun tidak lagi pakai lift. Saya yakin para redaktur atau mereka yang berlebihan lemak akan merasa senang karena secara tidak langsung mereka bakal diajak berolahraga secara teratur. Menapakkan kaki, satu demi satu anak tangga itu.

Jarak antara parkir motor dengan kantor sekarang jadi lebih jauh. Biarlah, saya masih bisa terima resiko itu. Jadi orang jangan manja, jangan mudah mengeluh. Itu yang sering saya tanamkan pada diri saya. Sudah untung saya diberi kesempatan bekerja. karena di luar sana banyak orang yang mengkernyitkan dahi memikirkan esok hari makan apa.

Sekolah sudah, kuliah sudah, belajar cari makan sendiri juga sudah. Masih ada satu tugas besar yang belum saya laksanakan hingga detik ini, yaitu menjalanakan prosesi pernikahan. Membayangkan betapa senangnya duduk di kursi pelaminan dengan diiringi doa restu kedua orang tua dan mertua. Tirai dibuka..., ciluk baaa...

Bekerja itu ibadah. Menikah juga ibadah. Itu kalau kita niati dengan sepenuh hati. Tapi hidup ini tidak akan lama lagi. Hanya beberapa detik lagi. Saya jadi pingin mengingat masa lalu. Saat bayi kenal asi, masa kanak-kanak sangat polos, masa remaja penuh asa. Nah sekarang, masa dewasa adalah masa produktif. Terus menikah dan punya keturunan. Kemudian jadi embah dan bersiap-siap menempati pemakaman. Singkat banget ya hidup ini

Di dalam liang lahat saya akan sendiri, tak ada yang menemani, seperti malam-malam yang sudah-sudah (lho ini kan lagu the Rock??). Jadi, selagi masih bernyawa, umur masih muda, saya ingin berkarya dan beribadah. What about you? Pernah mikir kayak gini?

19 Maret 2008

Terangsang Iseng



Iseng-iseng saya buat komik strip ini. Ini bukan komik strip humor lho, tapi komik ini mengangkat kisah realistis, yang dekat dengan kehidupan kia sehari-hari. Saya seringkali iseng, bikin gambar apa adanya. Mumpung tangan masih bisa bergerak dan mata masih bisa melihat.

Bagi saya, membuat coretan itu seperti bermain gitar. Semakin lama tidak dilatih akan semakin kaku tangan kita. Masak sih??

Saya dapat ide untuk menggambar katun tersebut kebetulan dari mimpi. Si tokoh utama adalah anak laki-laki berambut gondrong. Sebut saja namanya Prima. Maaf sebelumnya jika ada kesamaan karakter. Hehehe. Seseorang yang paling dibencinya adalah petugas keamanan (baca: polisi). Entah kenapa.

Awalnya begini: Prima menelpon temannya yang bekerja di sebuah bengkel, tepat di depan rumahnya. Prima mau meminjam obeng untuk memperbaiki PS kesayangannya karena ada baut di stick yang mau lepas. Prima turun dengan tergesa-gesa karena tidak sabar ingin segera melanjutkan permainan. Adik dan Ibunya menyapanya. Prima berhenti sejenak dan menjawabnya.

Waduh lanjutannya apa ya?? bersambung deh...
Dasar bener-bener iseng!!

18 Maret 2008

Inspirasi



Bagaimanapun juga inspirasi akan datang dari alam--lingkungan terdekat kita. Biasanya (menurut pengalaman pribadi saya) kekuatan inderawi yang peka terhadap kondisi (sosial) dapat lebih merangsang kita untuk berkarya.

Menciptakan karya se-perfect mungkin bagi seorang seniman adalah hal yang lumrah. Tapi kalo seniman menggambar sosok Tuhan?? siapa yang sanggup? Manusia tidak akan pernah sanggup untuk menggambar Tuhan. Karena Dia mempunyai sifat "Mukhalafatul lil hawaditsi" yang artinya tidak sama dengan makhluk ciptaanNya. Lho kok jadi ngomongin Tuhan sih?

Inspirasi bisa datang darimana saja. Ada yang dapat dari mimpi, saat bengong di toilet, saat membaca buku/majalah atau bahkan saat mendengarkan musik. Saya sangat bersyukur sampai hari ini internet bisa saya akses gratis 24 jam di tempat kerja saya. Tentu saja hal ini memudahkan dalam proses penciptaan karya.

Ayo, semangat lagi. Kantor baru, semangat baru!! yeaaah....

16 Maret 2008

Kartun Pengantar Tidur



Menurut penelitian di Inggris, kurang tidur memberikan pengaruh yang cukup besar bagi kesehatan seseorang. Resikonya dua kali lebih besar cepat meninggal dibandingkan seseorang yang memiliki penyakit jantung (baca artikelnya di sini). Wuih, ngeri yak!

Menurut pengamatan saya (mungkin sedikit sok tahu), orang kurang tidur ada beberapa penyebabnya. Bisa karena aktivitas yang berlebihan, dan bisa juga karena susah tidur. Saya sepertinya masuk dalam kategori nomor dua. Tahu nggak penyebabnya?

Sepulang kerja (pagi hari) saya terbiasa jalan kaki selama sepuluh menit, dari perempatan pramuka ke tempat tinggal saya yang jaraknya sekitar dua kilometer. Dengan aktivitas seperti itu keringat bisa mudah saya keluarkan (meskipun tidak banyak). Akibatnya tubuh menjadi bugar, padahal semalam baru begadang.

Dalam kondisi normal, saya bisa istirahat (lalu tidur) beberapa jam kemudian--setelah meregangkan otot dan persendian. Tapi pada saat kondisi tertentu, tubuh saya tiba-tiba sangat susah untuk dikondisikan. Mata masih terjaga dan rasa kantuk pun hilang sama sekali. Kalo sudah seperti ini apa yang akan saya lakukan?

Biasanya, saya akan baca buku atau iseng corat-coret di atas kertas. Gambar diatas saya buat tadi siang, saat mata saya masih tak terpejamkan. Maksudnya sih mau gambar walikota Batam, Drs.H. Ahmad Dahlan. Dari tiga gambar itu mana ya yang paling mirip?

15 Maret 2008

Ruang Apresiasi



Ada yang bilang grafis karya saya makin hari makin mantap. Padahal saya lebih senang mendapat saran dan kritik daripada pujian. Mendapatkan pujian membuat saya stagnan. Sepertinya berhenti di tempat.

Justru dengan ketidakpuasan itulah semangat saya untuk berkarya selalu membara. Deadline yang mepet membuat saya terbiasa mengerjakan sesuatu dengan cepat. Redaktur yang minta cepat tapi bagus mau nggak mau harus dituruti, meskipun ada beberapa kasus yang terkadang masih bisa dikompromi.

Berada di depan komputer mungkin kelihatan seperti sedang bermain. Bagaimana tidak, internet online (24jam nonstop), suara musik hingar bingar (kadang-kadang). Sebelah kanan suka nyetel musik cadas, sebelah kiri suka nyetel nasyid. Alamaaak!!. Tapi untung teman saya itu rukun-rukun aja.

Kembali lagi soal karya saya. Karena ingin banyak mendapat apresiasi dari banyak orang, maka saya memutuskan untuk membuat satu blog lagi yang sudah saya launching awal bulan maret lalu. Nama situsnya karyasaya.blogspot.com
Disana terpajang beberapa ilustrasi saya, mulai dari yang manual sampai digital.

Sekedar informasi, infografis kronologi di atas adalah kolaborasi antara saya untuk vector artist-nya dan satu teman saya untuk membuat sketsanya. Infografis tersebut akan diterbitkan di koran SINDO pada hari minggu, 16 maret 2007 halaman 9 Palembang.

13 Maret 2008

Usahlah Kau Menangis


"Sudahlah, usahlah kau menangis. Itu kan cuma film". Ujar Joko setelah dia mendengar lantunan soundtrack ayat-ayat cinta yang keluar dari sepasang loud speaker kecil di sisiku. "Ah kau ini, bilang aja kalau mau nonton juga. Nggak usah malu-malu", sahutku. Memang, saya tidak sampai mentikkan air mata melihat film itu. Tapi kepedihan dan kebingungan si tokoh utama bisa saya rasakan.

Memilih jodoh adalah hal yang tidak mudah. Islam yang menuntun kita untuk percaya bahwa Tuhan telah mengatur semuanya, mengajarkan kita untuk selalu berusaha--mendapatkan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan selanjutnya adalah pasrah. Percaya bahwa manusia tidak diberikan cobaan melebihi batas kemampuannya.

Sungguh, berbuat baik pada sesama muslim adalah sebuah kewajiban. Tapi saya tahu itu sulit dilakukan. Entah karena perasaan duniawi yang mendobrak nurani, ataukah karena ego tinggi yang kita miliki. Selain dari agama, ajaran dari kaum sosialis seperti Karl Marx pun juga demikian. Jadi, sekolah tinggi sampai di luar negeri--seperti dalam film yang saya lihat barusan itu--bukan jaminan untuk mendapatkan ketentraman hati. Jiwa yang suci hanya dimiliki si budi pekerti.

"Mas pesan grafis lima kolom ya, mas", ledek temanku yang tadi sambil pura-pura melucu. Niatnya pingin ganggu konsentrasi saya menikmati film itu.

Ingatan untuk mencintai sesama (muslim) masih membekas dalam diri saya. Oya, hari ini saya mau ngapain ya? hari ini kan liburan. Kenapa saya bisa dapat jatah libur hari kamis?? Memang, pekerjaan sebagai ilustrator media tidak bisa disamakan dengan pekerja kreatif yang lainnya (baca: agency periklanan, creative boutique, dll). Mereka bisa libur sabtu minggu. Artinya bisa melepas hari yang penat dengan meninggalkan rutinitas.

Ingin rasanya ada hari khusus dimana saya bisa menikmati dunia sembari berdzikir, mengagungkan nama Tuhan. Seringkali, saat ibu saya telpon, nasehat utamanya adalah jaga diri baik-baik selama di Jakarta, jangan lupa sholat lima waktu juga.

Bersyukur juga saya bisa menginjakkan kaki di lantai 22 gedung Bimantara ini. Lantai yang dihuni pekerja media yang selalu ramai memenuhi mushalla, ruangan kecil di pojok itu. Setiap pukul 18.30WIB mereka berkumpul mengambil air wudlu. Lalu merapatkan barisan dalam satu imam. Berjama'ah dan berdo'a bersama. Sungguh indahnya.

Apakah ini berlaku sama di semua orang yang bekerja di media? ataukah ini hanya sebuah fatamorgana belaka? mereka yang hanya ingin dekat dengan Tuhan karena tidak mau terjerumus dengan neraka Jakarta???

Saya tidak tahu. Saya juga tidak mau su'ud dhon (berprasangka buruk) dan menimbulkan fitnah. Karena dalam film ayat-ayat cinta tersirat pesan serupa. Oh, andai saja saya pemeran utamanya ....

12 Maret 2008

Antown in a Town


Ingin menjadi warga kota harus tahu banyak hal. Termasuk bagaimana cara menyantap sajian makanan. Saya jadi teringat saat semester awal di perkuliahan. Suatu malam saya bersama dua orang sahabat makan di warung. Maksud saya sebuah rumah yang dimodifikasi menjadi warung gitu. Tempatnya tdak jauh dari kontrakan saya.

Lalapan, sebuah menu hidangan khas mahasiswa Malang kita pesan. harganya murah meriah. Nggak sampai empat ribu perak sudah dapat satu porsi ditambah teh hangat. Lumayan, untuk mengisi perut yang kosong.

Pesanan kami sudah datang. Nggak pake lama kami segera menyantapnya. Di sela-sela makan itu, pelan-pelan obrolan ringan mulai keluar. Maklum, selain doyan sambal terasi kami juga doyan diskusi. Bahasa ilmiah sedikit banyak keluar dari mulut kita. Rasanya tak tertahankan. Dasar sok mahasiswa kala itu. Pedasnya sambal Mister Dragon (julukan teman-teman untuk pemilik warung) menambah seru suasana makan malam.

Anyway, waktu masih kecil dulu, orangtua saya pernah mengajari beberapa hal tentang atauran makan. "Kalau makan jangan berbicara ya...., ... kalau makan juga harus menggunakan tangan kanan". itu saja yang paling saya ingat. Saya pikir tidak ada salahnya untuk saya praktekkan dalam kehidupan saya sampai dewasa ini.

Akan tetapi malam itu saya melanggar aturan yang pernah diajarkan. Saya sadar sebenarnya. Saya berbicara saat makan. Oh, no! Tapi saya mendapatkan pelajaran yang juga lebih berharga saat itu. Yaitu tentang etiket perjamuan makan atau bahasa populernya disebut table manner.
"Ton!, kamu ini kalo makan kayak apa aja!!" semprot sahabat perempuan saya.
"Emang kenapa? ada yang salah??", tanya saya kebingungan.
"Cara makan kamu itu lho", jawabnya singkat.
"Iya knapa?" saya bingung dibuatnya.
"Masak cara mengunyah makanan kayak gitu. Kalu makan jangan dikecap. Jangan sampai terdengar kecapan dari mulutmu", jelasnya halus. "nggak sopan kalo kamu kayak gitu, Ton!", tambahnya lagi.

Untung dia sahabat saya, jadi tidak ada masalah dengan apa yang barusan dia katakan. Niatnya baik, ingin mengajarkan cara makan yang benar.

Saya mengiyakan saja. Karena saya salah dan ingin belajar dari kesalahan. Apa yang dikatakan sahabat saya itu ternyata benar. ketika ada kesempatan ke Surabaya, saya memperhatikan cara makan orang-orang di sekitar lingkungan saya. "Celaka, sudah sekian tahun ya cara makan saya seperti mereka?? kelihatan kampungan banget?!", keluh saya dalam hati. Sepertinya saya berhutang budi pada sahabat saya yang sudah mengajari ilmunya. Saya harus berterima kasih kepada dia.

Memang sih tidak wajib menerapkan hal tersebut pada jamuan makan, cuma akan ada sanksi sosial jika kita tidak tahu aturan mainnya. Apalagi saat makan dengan orang-orang kota. Bisa jadi gara-gara hal sepele tersebut orang lain akan menganggap kita kurang berpendidikan. Oalah... gitu ta?

Ya sudah..., itu hanya cerita singkat saya. Sekarang ayo temani saya makan disana. Yuk!! Ora usah isin dadi wong ndeso urip nang kuto (tidak usah malu jadi orang desa yang hidup di kota)

11 Maret 2008

Aspal (asli tapi palsu)


Saya berdiri di depan ATM. Di sebuah lorong yang kemudian banyak orang menyebutnya sebagai plaza. Mungkin karena tempatnya yang rada mewah. Saya masih (belajar) antri dengan tiga orang di depan saya.

Orang paling depan berbagi tempat dengan kekasihnya. Urutan kedua seorang warga keturunan yang dari gerak-geriknya sepertinya kebanyakan uang. Lalu belakangnya lagi (persis di depan saya) seorang pemuda sedikit tergesa-gesa. Transaksi cepat sekali dia lalui. Mungkin ATM-nya kosong karena belum ditransfer.

Giliran saya tiba. Enam digit nomor pin saya masukkan. Transaksi baru saja dimulai. Keluar beberapa lembar uang, tidak begitu banyak. Uang pertama yang berwarna biru itu keluar. Ciluk baa!! Begitu mengejutkan saya karena uang tersebut telah dicoret oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Padahal, tadi saya mengira akan mendapatkan uang yang masih bagus dan kinyis-kinyis (buh!! bahasa apaan tuh).

Oknum kreatif yang menorehkan tinta di atas uang kertas sudah lama ada. Mungkinkah saya salah satunya? (hmmm...) Saya masih ingat beberapa tahun silam. Saya menemukan sebuah uang dengan tulisan beberapa kalimat. Sepertinya sih surat cinta gitu. Lain hari saya menemukan ada nama orang lengkap dengan nomor teleponnya. Saya bertanya dalam hati, apakah uang juga menjadi media komunikasi kala itu? dimana hp masih sangat jarang yang punya??

Kalau saja gambar yang di uang bisa kita ganti dengan foto kita, mirip template di blog. Mungkin banyak orang narsis yang tertarik untuk menempel muka manis. Jangan ah!! uang kan termasuk karya seni. Mending yang seneng gambar uang ikut sayembara desain uang saja. Buat yang bagus dan tidak mudah ditiru. Siapa tahu Deputi Bank Indonesia tertarik hehe. Jangan kayak uang yang kita pakai sekarang. Banyak yang aspal (asli tapi palsu).

Sebel...

06 Maret 2008

Tikus Bagus Jangan Diberangus



Tikus selalu membuat ulah dimana saja. Apa saja dimakan. Mulai dari kertas, plastik, hingga makanan yang kita makan. Tidak heran jika kita lihat sosok si tikus akhirnya dihubung-hubungkan dengan kelakuan bak koruptor di negeri ini. Mereka makin menjamur, tumbuh subur tidak hanya di kota-kota besar. Kota kecil juga menjadi incaran.

Berarti tikus binatang parasitisme dong? eitsss, jangan dulu ambil kesimpulan. Terlalu dini kalo ambil kesimpulan seperti itu sebelum baca lanjutan paragraf di bawah.

Tikus memakan apa yang mereka lihat. Tubuh yang sudah gendut tidak membuat mereka berhenti untuk memakan apa saja, kecuali makan kucing. Ngggak mungkin banget!! dan akhirnya tikus yang sudah mewabah dibasmi dengan cara apapun. Di sawah mereka dicari, di rumah mereka juga dibantai. Kucing selain sebagai binatang peliharaan (pets animal) sekaligus menjadi satpam rumah. Kali aja tikus yang nakal dan membuat onar. Hmmm..., perasaan tikus gak ada yang baik ya.

Merugikan memang. Tapi tikus juga diburu untuk disulap menjadi uang. Bagaimana caranya? daging tikus diburu dan diolah menjadi pengganti daging. Harga daging (sapi) yang kian meroket membuat orang harus berpikir lebih kreatif. Dagangan penjual tidak akan ada yang membeli kalo harga jualnya mahal. Barangkali seperti itu alasan mereka.

Berdasarkan data yang saya peroleh di situs beritajakarta.com harga satu kilogram daging sudah tidak karuan. Dari Rp55.000/kg berubah menjadi Rp60.000/kg. Itu terjadi beberapa minggu yang lalu. Kalo sekarang saya mah nggak tau. Saya bukan penjual daging, mas

Yup!! hubungannya tikus dengan dunia saya apa hayo? coba tebak! sebagai ilustrator yang pekerjaannya bermain dengan gambar, beberapa model tikus pernah saya buat di infografis. Tikus berarti menggambarkan kebejatan moral pemimpin bangsa kita. Makin banyak koruptor makin banyak tikus yang akan menghiasi halaman koran yang akan kita lihat. Bosen ya? sebenarnya iya sih.

Saya tidak terlalu suka dengan perilaku si tikus. Saya tidak bisa bergaul dengan si tikus. Saya butuh tikus model baru untuk menceritakan koruptor yang hari ini kian kreatif itu. Mmm, dapet darimana ya?

Tikus yang dikategorikan sebagai binatang pengerat memang menjadi musuh banyak orang. Tapi tidak semua predikat buruk disandang oleh tikus. Di Indonesia, ada tanaman ajaib yang terbukti bisa mengobat berbagai jenis sel kanker, nama tanaman itu adalah "keladi tikus". Hihihi, lucu bukan?

Anyway, tikus ternyata juga membantu dunia medis. Tikus sering menjadi bahan percobaan untuk berbagai penelitian. Kalo nggak tikus ya kelinci. Kata orang sih pada tubuh tikus terdapat beberapa hal yang mirip dengan tubuh manusia. Maka jangan heran kalo ada orang mati karena minum obat. Bisa jadi obat tersebut belum diujicobakan pada tikus.

"Punya tikus bagus nggak, bos??", kata saya pada ilustrator di samping saya di sela-sela proses kreatif pembuatan grafis.

05 Maret 2008

Vignetic



Saya tidak tahu kenapa blog saya dua hari terakhir berisi karya (eksperimental) saya. Blog mungkin penyelamat untuk sementara, coz saya khawatir begitu semua file di komputer dihapus maka arsip saya akan hilang selamanya.
Kalo di blog saya pikir juga tidak ada masalah. Orang bisa menikmati (kalo menyukai) dan mencaci maki (kalo membenci) karya saya.

Suka dengan karya saya?? copy saja, saya persilakan kok. Tapi mohon untuk tidak dikomersilkan

04 Maret 2008

Yasinan Tiga Kali


"Mas, malam ini baca Yasin tiga kali ya? buat nolak bala' katanya", jelas bulekku. "Yasin, yasin, yasin. Udah kan?", aku balik menjawab
"Buka gitu...", sahutnya
...

Membaca surat yasin pada hari-hari tertentu bagi orang NU adalah hal yang penting. Mereka percaya bahwa membaca surat yasin banyak keutamaan yang bisa mereka dapatkan. Misalnya untuk menolak bala' atau musibah yang akan menimpa kita.

Pada hari kamis misalnya, makan sunan ampel--yang menjadi kawasan wisata religi di Surabaya--pasti dipenuhi oleh ratusan peziarah yang berasal dari berbagai daerah. Sebagian besar masih wilayah Jawa Timur. Kalo jum'at legi, atau malam ganjil di bulan Ramadlan tempat itu seperti sarang semut. Entah berapa ratus ribu orang yang kumpul disana. Numplek blek kata orang Jawa.

Semua orang yang ingin merayakan malam istimewa di bulan suci memilih ampel sebagai tempat yang pas untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik. Tidak hanya makam sunan ampel yang mereka tuju, beberapa orang yang dianggap syekh juga mereka kunjungi. Kalo mau ngantri wudlu barangkali harus bersabar karena, panjangnya tidak kalah seperti kita antri tiket di loket bioskop.

Kian malam kian banyak jumlah peziarah yang datang. Sebanding dengan konser Peter Pan mungkin. Sayang, tempatnya yang sempit membuat kita terkadang ingin menjerit. Berjubel-jubel saat mau masuk atau keluar.

Baiklah, pertanyaan sekarang apakah kita mengetahui arti yasin itu sendiri. Apa terjemahan dari yasin? kandungan secara tekstual? secara harfiah yasin tidak ada artinya. "Hanya Allah yang Maha Tahu", begitu kata mereka yang pernah belajar terjemahannya.

Yasin dibaca tiga kali? pernahkan kita melakukannya? ah sudahlah...., gak perlu dikritisi lagi. Kalo hati kita sudah yakin dan mantap kita lakukan saja.

Untitled 01


Saya buat karya ini dengan teknik manual dengan sedikit sentuhan Adobe Photoshop CS2. Coloring menggunakan mode luminosity. Saya belum ada judul yang pas, karena proses pembuatannya tadi iseng dan coba-coba saja. Karena saya suka hasil akhirnya, ya saya upload deh.

Saran dan kritik terbuka...

02 Maret 2008

Anak Menteng yang Tidak Mentereng


Jalan Matraman Dalam adalah tempat tinggalku sekarang. Sebuah tempat yang menurutku cukup strategis karena letaknya yang masih di tengah Kota. Akses ke stasiun dan terminal cukup dekat.

Saya pilih lokasi di daerah ini karena tempatnya ada di dalam kampung. Suara bising motor tidak lagi mengepung. Istirahat jadi lebih tenang, meskipun cuma sekedar rebahan beberapa jam.

Tapi kekurangan pasti ada saja. Beberapa penjual makanan yang lalu lalang menjajakan makanannya justru memasang harga yang agak tinggi. Sementara warung makanan hanya bisa ditemukan di luar sana, dekat dengan jalan raya. Kita harus berjalan kaki atau naik motor dulu.

Terserah orang mau bilang kost saya seperti apa, tapi untuk sementara saya masih betah. Ada pembantu yang rajin bersih-bersih tiap pagi dan sore. Tanaman hijau juga masih terawat, artinya obat stress tidak perlu dicari jauh-jauh. Kalau saya harus ke tempat dugem bisa tambah stress lagi.

Jakarta bukan tempat untuk tidur atau bersantai. Jakarta tempat bekerja dan mengembangkan usaha. Maka cari kost di Jakarta bagi saya cukup yang sederhana saja. Belum butuh parkir mobil atau yang ada fasilitas lapangan tenis atau kolam renangnya. Nyuci dan setrika masih bisa saya lakukan sendiri.

Pernah saya iseng cari kost di dekat tempat saya bekerja di kawasan Menteng. Saat itu masih beberapa minggu menjadi karyawan baru. Saya menemukan kost yang sesuai dengan kategori saya; tidak jauh, banyak penjual makanan, dan dekat sama masjid. Saya masuk dan tanya-tanya fasilitasnya.

"Kalo disini mas, ada spring bednya, lemari bagus, kamar mandi shower, dan gratis cuci setrika. Mas juga bisa kok pulang malam", jelas penjaga kost panjang lebar.
"Ooo iya, bagus itu. Tapi harganya berapa ya untuk kamar yang biasa?", tanya saya.
"Kalo yang biasa itu harganya Rp800.000/bulan", jawabnya lagi.
"Yaudah, mas, terima kasih ya".

Saya segera meninggalkan tempat itu. Tidak tertarik nanya berapa harga sewa kamar yang ada AC-nya. Busyet! uang delapan ratus ribu buat ngekost trus saya makan daun, apa?

Tapi saya tertarik (lagi) setelah ngobrol sama seorang teman beberapa hari yang lalu. Dia dapat kost baru, campur cowok cewek, harganya juga tidak terlalu mahal. Cuma tiga ratus ribu doang, harga standar untuk ukuran Jakarta. Tahu nggak tempatnya dimana? tempatnya di jalan jaksa, tempat yang terkenal banyak rumah makan murah.

Selain itu tempat ini juga menjadi kawasan wisata (malam), tempat nikmat bagi mereka yang doyan hiburan duniawi. Mulai dari yang gay, lesbon, sampai yang bule ada.

Hmmm, besok pindah kost nggak ya? Enggak ah. I love Matraman very much.

01 Maret 2008

Cuma Empat Menit


Ngaku orang Indonesia? pasti kita kenal sama Aming. Pelawak kelahiran Bandung ini memang total dalam berkarya. Dalam ajang Panasonic Award yang lalu dia berhasil menyabet gelar sebagai pelawak terfavorit (kapanlagi.com).

Kenal juga sama Ahmad Dhani? pentolan grup band Dewa ini memang seniman yang serba bisa. Nyanyi jago, main musik jago, bahkan ngedesain cover album pun jago. Saya menyebut dia seniman serba bisa. Di dunia infotainment, sosok Dhani selalu jadi incaran. Bahan yang asyik untuk tema obrolan ibu-ibu gosipers.

Lalu pernahkah kita mengingat nama orang yang belum terkenal? Misalnya nama teman satu kantor kita (dalam satu ruangan saja)? hal yang rada sulit bagi saya adalah mengingat kembali nama nama-mereka, apalagi kalau baru saja kenalan. Kali ini saya akan mencoba menyebutkan nama-nama mereka dan menghitungnya dalam menit. Seberapa cepat daya ingat saya. Semoga saya tidak mengalami kendala.

Oke, asep, udi', mas tyud, memey, boby, tony, giant, arip, pak wishnu, pak jessy, kenthung, mas pepeng, edi, pak bona, indro, udin, indra, si jun, qomar, mas bay, joko, gendut, naip, pak agus, pak totok, togar, gondrong, pak taka, siapa lagi ya??? waduh saya lupa.

Nama-nama mereka saya sebutkan dimulai pukul 03.42WIB-03.46WIB, artinya saya memerlukan waktu empat menit untuk mengingat 29 nama orang. Lemot nggak ya? coba sekarang kalian coba sendiri permainan ini.

28 Februari 2008

Lifestyle itu Dangdut


Tadi sore saya mengikuti sebuah forum. Bahasa populer barangkali meeting. Bagi saya forum seperti ini baru yang ketiga kalinya selama saya bekerja di sini. Dalam forum tersebut dihadiri oleh empat orang yang expert dalam bidangnya masing-masing. Ada yang jago di kartun, jago di layout, jago di desain, dan jago di komposisi warna. Pokoknya mereka semua adalah orang yang sudah cukup tinggi jam terbangnya di bidang artistik media. Tapi saya kok justru lupa nama-nama mereka ya? Ah sudahlah.

Gara-gara ada acara ini, saya harus berangkat delapan jam lebih awal dari jam kerja. Untung kemarin sudah cukup istirahatnya. Sampai sholat subuh saya ketinggalan saking nyenyak tidurnya. Padahal acaranya itu cuma sekitar tiga jam saja. Habis itu tahu nggak ngapain saya?? ya tidur lagi lah. Saya cari tempat yang nyaman buat istirahat.

Back to the topic. Dalam forum itu kita membahas bagaimana tampilan media cetak (baca: koran) kita supaya ke depannya bisa tampil lebih baik. Tujuannya satu, untuk menarik pembaca sebanyak-banyaknya. Kongkret, diskusi mengenai artistik (perwajahan dan ilustrasi) menjadi pembicaraan yang panas. Halaman demi halaman dibedah, mirip ujian skripsi saya saja.

Saya termasuk orang yang ketagihan bertanya, karena peserta yang terdiri dari ilustrator, layouter dan beberapa jabatan lain hanya dapat kesempatan bertanya cuma satu kali. Bertanya bukan berarti goblok kan?? Awalnya sih, saya rada grogi berhadapan dengan orang-orang seperti mereka. "Halah!! orang sama-sama makan nasi putih aja kok, kenapa harus takut" pikir saya. Saya bertanya kepada pembicara masalah ilustrasi yang dicetak hitam putih, dan sedikit permasalahan teknis yang terkait.

Pak Priyanto, kartunis tempo yang juga menjadi salah satu pembicara mengatakan kurang lebih demikian, "kalo berbicara soal kartun, sampai sekarang saya masih suka dengan yang hitam putih karena tidak terlalu banyak permainan disana. Lebih sederhana lah tapi tetap utuh subtansinya. Menyikapi industri percetakan yang berkembang dewasa ini, kita mau nggak mau dituntut untuk bisa juga membuat kartun yang berwarna".

Lain dengan Pak Pri, salah satu pembicara saat itu menanggapi halaman hitam putih untuk ilustrasi infografis. Dia mengatakan "Justru saya suka kalo infografis ini dibuat hitam putih, kalau halaman periskop dibuat berwarna seperti lifestyle ntar jadi dangdut dong. Warna warni gitu. Jadi per halaman tidak bisa kita perlakukan sama.

Hmmm, saya jadi banyak belajar dari forum itu. Tapi kok tadi nggak dapat makan siang yak??! laper nih...

24 Februari 2008

Komunikasikan pada Komunikan



Sebuah stiker kecil menempel di lemari. Beberapa kata terangkai indah dalam sebuah pesan moral berbunyi kurang lebih demikian; "kulumlah kata-katamu sebelum kamu mengatakan sesuatu". Saya terhenyak, serentak diam sejenak. "Sepertinya benar juga ya kalimat ini", bisik saya dalam hati.

Saya lalu berniat untuk belajar dari kalimat ini. Tidak jarang kesalahan muncul dari mulut saya, baik spontan atau akibat letupan emosional. Kurangnya kontrol diri dan pikiran jernih terkadang menimbulkan "iritasi hati". Kebohongan putih keluar sedikit demi sedikit. Menipu tapi tidak menipu. Apa itu?

Saya bukan anak mami yang hidup dalam kemapanan, bergelimangan harta. Pikiran saya suka berontak dan keluar dari kebiasaan. Saya sadar terhadap pilihan hidup seperti ini. Tidak kecil resiko yang harus saya terima nantinya, karena berbeda dengan konsep hidup orang lain. Apakah ini akibat saya sering kumpul dan menerima banyak pemikiran saat dulu masih tinggal di kota hujan? saya tidak tahu pastinya. Tapi saya tahu bahwa menerapkan hidup idealis saat ini belum cocok bagi saya.

Pernah saya mengidentifikasi siapa diri saya sebenarnya. Semakin dicari rasanya semakin tidak karuan hasilnya. Mungkin karena beban pikiran akibat medan hidup yang terjal dan rintangan yang selalu menghadang. Contohnya tempo hari; saat saya memutuskan untuk segera menyelesaikan studi saya. "Berani diwisuda berarti berani jadi pengangguran", begitu kata teman-teman saya. Sedikit menakutkan memang menyandang gelar sarjana. Ada beban moral, karena mau tidak mau kita nantinya harus siap terjun dan menghadapi masyarakat yang plural. Banyak pemikiran dan pola hidup yang sangat berbeda dengan kita saat hidup di lingkungan akademis. Seperti terlahir kembali. Semakin bodoh rasanya setelah menjadi sarjana.

Apa yang saya dapatkan kemarin saat masih belajar di kampus yang dekat dengan Hugo's Cafe itu? Belajar gaul dengan dunia malam kah? atau belajar berkomunikasi dan menyampaikan pendapat kepada orang lain? bah... naif sekali ya hasilnya. Itu mungkin sebagian kecil saja. Tapi yang jelas saya tidak akan pernah berhenti belajar sampai dirasa siap menghadap Tuhan. Kapan itu? besok atau lusa tidak tahu saya.

Langkah hidup akan saya coba tata rapi kembali. Kemana saya akan pergi? untuk apa saya berbuat dan berkehendak? untuk siapa saya hidup? Baiklah, sepertinya bakal ada prosesi panjang saat kontemplasi nanti

20 Februari 2008

Mas Fidel Mundur


Fidel Castro mengundurkan diri? Pemimpin yang sudah berusia 81 tahun ini menyatakan mundur (19/2) dengan alasan untuk memberikan kesempatan kepada pemimpin yang lebih muda. Mas Fidel bagi saya adalah salah satu tokoh revolusioner Kuba yang saya kagumi selain Che Guevara.

Seandainya Che Guevara tahu bahwa hari itu Mas Fidel mengundurkan diri gimana ya? Kalo emang sudah ada pengganti yang tepat barangkali Che bisa memakluminya. Toh, beliau memimpin Kuba juga hampir setengah abad. Mungkinkah kaos-kaos bergambar Fidel Castor bakal marak seperti kaos Che Guevara itu?

Fenomena-fenomena yang menggemparkan dunia seperti inilah yang biasanya dinanti oleh kartunis. Mereka mengabadikannya berita dengan kartun atau karikatur. Termasuk tragedi serangan terhadap Bhutto, atau kematian Soeharto kemarin. Goresan-goresan yang mereka buat seolah ingin mengatakan bahwa inilah fakta yang harus disaksikan untuk anak cucunya.

15 Februari 2008

Nabi Jadi Kartun (lagi)


Blog sebelumnya saya berbicara masalah kebebasan dan kreatifitas seorang ilustrator. Saya cukup senang karena dari sekian tanggapan, hampir tidak ada bloggers yang menanggapinya dengan guyonan, mereka semua menulis dengan suara hatinya sehingga tiap kata sarat akan makna.

Oke, sekarang saya ingin menceritakan sebuah peristiwa dimana dua hari yang lalu saya mendapatkan berita dari detikcom; Nabi umat muslim (Muhammad) dikartunkan lagi. Kartun tersebut menggambarkan wajah Nabi (yang tampak beringas) dengan memakai sorban berbentuk bom. Dalam sorban itu ada tulisan laa ilaaha illallah Muhammadar Rasulullah. Peristiwa ini terjadi di Denmark, di belahan Eropa sana. Saya belum pernah sih main kesana.

Kontroversi ini sebenarnya sudah pernah terjadi dua tahun silam dimana Nabi saat itu digambarkan terbakar di Neraka. Astaghfirullahal 'adim. Kontan saja fenomena ini membuat umat muslim di penjuru dunia marah. Mereka tidak terima atas perbuatan yang dianggap sangat menghina ini.

Berlingske Tidende, sebuah surat kabar di Denmark yang berani memanaskan kembali kaum muslim kali ini mengatakan bahwa mereka ingin membuktikan bahwa tindakan ini adalah wujud daripada kebebasan berbicara (terbitan rabu, 13 feb 2008). Mantap betul!! Kalo kayak gini belum ada di Indonesia. Di belahan dunia yang lain demi menjunjung tinggi kebebasan berbicara seseorang bisa saja berunjuk rasa dengan bertelanjang bulat sambil membawa poster atau dengan melukis tubuhnya dengan pesan-pesan moral. Tidak satu atau dua orang saja, ribuan orang bisa mereka kumpulkan. Hi hi hi, gondal-gandul anunya... he he.. Mak serr!!

Baik. kita kembali pada pokok bahasan. Saya jadi teringat saat seorang ustadz pernah mengatakan demikian, "Gak entuk nggambar wajahe Nabi, opo meneh awak e. Delo' en ae nang buku-buku crito, Nabi mesti gak diketokno. Paling-paling bentuk-e cuma' cahaya tok" (tidak boleh menggambar wajahnya Nabi, apalagi seluruh badannya. Lihat saja di buku-buku cerita, sosok Nabi selalu tidak ditampilkan. Kecuali hanya sebuah cahaya saja".

07 Februari 2008

Ilustrator, Kebebasan dan Kreatifitas


Pagi ini setelah browsing ke blog teman-teman, saya dapat link situs ke majalah TEMPO. Saya masuk aja kesana. Ada pembicaraan hangat seputar cover Majalah Tempo edisi terbaru, yang terbit tanggal 10 februari 2008 besok. Pada sampul itu menggambarkan Soeharto dan anak-anaknya sedang makan bersama untuk terakhir kalinya (tampak piring dan mangkuk kosong tidak ada isinya). Gambar itu mirip lukisan The Last Supper karya Leonardo da Vinci.

Akibat dari sampul ini, sejumlah orang dari perwakilan katolik datang ke redaksi untuk meminta penjelasan, sedangkan Persatuan Pelajar (Mahasiswa) Indonesia di India ikut protes dan meramaikan via milis.

Bukan permasalahan saya ikut protes atau tidak, tapi saya melihat disini betapa kita sebagai bangsa Indonesia mudah sekali untuk gusar (atau brutal) saat melihat kebebasan pers itu sendiri. Katanya demi memperjuangkan kebebasan saja sudah mati-matian. Lha kok sekarang ada majalah dengan sampul seperti itu saja sudah dibawa ke hal-hal yang serius?

Saya pikir itu bukan hal yang penting untuk diperdebatkan. Ayo kita perbincangkan ramai-ramai perihal kreatifitas dan proses pembuatan di balik itu. Ada lagi yang bilang katanya itu membajak karya Kang Da Vinci. Mana mungkin? itu namanya terinspirasi, bukan membajak. Emang DVD bajakan?

Membuat sebuah cover itu butuh waktu lama lho. Tidak gampang. Desainer atau illustrator harus menggali ide banyak, melakukan diskusi dengan para ahli, melakukan penelitian (jika dirasa perlu). Jadi, karya sampul di sini saya pikir termasuk karya seni. Fungsinya selain untuk memperindah sebuah media juga untuk menarik calon pembeli nantinya. Lha kalau kebebasan saja masih dikekang, gimana nasib ilustrator nantinya?

Sampul tersebut menurut saya tidak menyinggung isu agama (maaf sebelumnya). Karena sama sekali beda dengan apa yang digambarkan sama Kang Da Vinci dengan The Last Suppernya. Mirip? mungkin iya. Tapi justru menarik. Sungguh-sungguh menarik.

04 Februari 2008

MUSIMNYA MESUM, TERKENAL LALU TERCEMAR


Semakin banyak orang memajang foto mereka yang lagi mesum dengan orang lain lalu mempublikasikannya di internet. Tidak hanya orang kaya saja yang bisa melakukan adegan seperti ini, karena kita tahu modalnya tidak terlalu besar. Cukup dengan HP berkamera saja, mereka sudah bisa jadi calon orang terkenal sekaligus tercemar.

Hati-hati kalo sedang berduaan di kamar orang. Siapa tahu sudah disiapkan kamera yang disembunyikan di tempat samar--sudut kamar. Atau kaca (cermin) yang justru tembus pandang yang artinya di balik kaca itu seseorang bisa mengintai kita. Waspada juga saat berada di toilet. Jangan-jangan disana sudah dipasang kamera supermini yang siap mengintai.

Sengaja atau tidak sengaja, pelaku dan atau korban akan jadi bulan-bulanan, jadi bahan pembicaraan banyak orang. Kalo sampean artis sih nggak masalah (karena artis sudah biasa digosipin). Maka dari itu hentikan perbuatan mesum dan menyebarluaskan foto sampean ke internet. Saya kira (tidak ada atau mungkin) lebih sedikit untungnya daripada kerugiannya. Emang mau pamer kalo punya payudara besar atau penis panjang? Mau pamer kalo badannya kekar, atau tubuhnya langsing? atau kulit yang mulus? Lha kalau sampean terkenal tapi hidup di tahanan gimana?

Pernah nggak kepikiran bahwa pelaku ini adalah salah satu orang yang menderita eksibisionisme, yaitu mereka yang butuh pengakuan dari orang lain atas eksistensi dirinya dengan cara memperlihatkan "fisik" nya dihadapan orang lain. Barangkali bisa juga iya. Banyak media yang telah memfasilitasi kelompok ini misalnya terbitnya beberapa majalah dewasa, munculnya koran-koran "kuning", dan tidak ketinggalan; internet, dunia maya yang bisa diakses bebas tanpa batas.

Setahu saya kemunculan "Friendster" di internet dinilai sangat bermanfaat. Terutama untuk mereka (yang masih mengaku) anak muda yang ingin mempunyai banyak teman atau mereka yang ingin mencari teman "pasangan". Lambat laun posisi "Friendster" semakin tergeser setelah munculnya "Myplace". Disana, fiturnya yang disediakan lebih banyak. Bagi yang sudah terdaftar tidak hanya bisa majang foto atau karyanya, tapi juga bisa mengupload musik hasil karyanya dan diperdengarkan di seluruh dunia. Hebat, bukan? Ada juga yang serupa misalnya "Multiply" dan seterusnya.

Saya tidak ingin membahas friendster atau sejenisnya. Tapi tulisan saya kali ini hendak mengulas sedikit tentang eksibiosinisme itu sendiri. Eksibisionisme adalah tindakan untuk memperlihatkan kemaluannya kepada orang lain. Saya sempat diskusi dengan seseorang yang lebih paham tentang masalah ini, modus operandi pengidap eksibisionisme ada beberapa macam; misalnya berjalan mengikuti si korban lalu menerobos kerumunan itu mereka sembari menunjukkan kemaluannya. Cara yang lain misalnya bersembunyi di balik sesuatu lalu mengagetkan mereka sambil telanjang. Semakin takut atau semakin kencang teriakan korban maka penderita semakin mendapat kepuasan seksual. Saya juga pernah mendengar (entah dari mana sumbernya saya lupa) ada seorang korban (perempuan) yang kesal gara-gara pas berdesak-desakan di keramaian pantatnya di sundul-sundul sama penis orang tak dikenal. Bisa ngebayangin nggak gimana rasanya?

Tapi kali ini beda, entah ini masuk dalam pengidap penyakit psikologi atau bukan (padahal lebih parah lagi). Mereka menunjukkan kemaluannya di seluruh dunia dengan berbagai media. Sebut saja internet. Di salah satu situs forum yang katanya terbesar di Indonesia justru malah menyediakan semua kebutuhan pengangkat syahwat. Adegan mesum ada banyak, mulai pelajar sampai yang sepuh, foto-foto nakal apalagi, justru terlalu banyak. So what?! Bukan berarti saya merekomendasikan sampean lho.

Hemat saya, untuk mencintai diri sendiri tidak perlu berlebihan, apalagi sampai dalam tindakan amoral kayak "animal" (baca: mempublikasikan ke internet). Cara seperti ini justru tidak bisa dijadikan alasan untuk bersyukur kepada Tuhan. Kalo sudah diberikan tubuh yang indah ya sudah dijaga saja, tidak perlu digratiskan ke orang lain. karena justru martabat sampean malah jatuh. Mau minggat kemana kalau ini sudah terjadi? Mau ngaku dan minta maaf ke seluruh media? kayak kasus Menteri Kesehatan Malaysia, Chua Soi Lek atau lebih akrab dipanggil Mr. Chou itu?

02 Februari 2008

Lima Puluh Dua Persen

52%How Addicted to Blogging Are You?



Waduh...
Mas Anton sudah kecanduan blog lima puluh dua persen nih!!
Kalo kamu berapa? penasaran nggak? klik aja http://www.justsayhi.com/bb/blog_addiction

01 Februari 2008

Ujaran dari Kang Plato


Saat itu lagi santai, duduk di sofa empuk ruangan resepsionis. Suasana sepi sekali. Tidak ada lagi bunyi klak-klik mouse atau klotak-klotak keyboard seperti beberapa menit tadi. Sebuah koran edisi senin (dua hari yang lalu) tampak tidak rapi di raknya. Sebagian halaman sudah hilang. Saya kemudian mengambilnya. Sekedar ingin melihat karya saya kalau toh masih ada.

Pada halaman depan ada quote Plato, seorang filsuf dari Yunani. Dia mengatakan: seorang pahlawan terlahir dari seratus orang. Orang bijak terlahir dari seribu orang. Orang begawan mungkin terlahir dari seratus ribu orang.

Suasana sunyi tanpa bunyi momen yang pas untuk merenung sejenak. Berkontemplasi bak orang suci. Merenungkan apa yang diucap oleh Kang Plato. "Iya ya, kayaknya jaman gini jarang sekali kita temukan orang yang bijak. "Memang sih no body's perfect", ucap saya dalam hati.

Halaman demi halaman saya buka. Mata ini sepertinya mau mencari tulisan (yang) ringan-ringan aja. Pilihan saya jatuh pada surat pembaca. Ada seseorang yang menuliskan kekecewaannya. Dia adalah korban asuransi terkenal dan katanya profesional bernama Prudential. Kasihan banget itu orang. Sudah mengajukan biaya operasi, tapi malah dipersulit. Uang dua juta lebih yang seharusnya dia terima terpaksa harus tertunda. Dia menuliskan dalam bahasa sentilannya yang (mungkin) cukup nendang. "Katanya perusahaan besar, kok malah gak profesional".

Rasanya nasib penulis surat pembaca itu ada kemiripan dengan banyak orang. Misalnya pengalaman teman saya yang juga bekerja di perusahaan besar. Perusahaan media tepatnya. Sudah sekian tahun dia bekerja disana, cukup berjasa (besar) demi cantiknya halaman depan sebuah koran harian. Bayangin aja, Bo! Gajinya tak kunjung naik. Statusnya juga gak tambah baik. Pekerjaan baru semakin menumpuk di atas meja kerja. Badan yang sudah lemah lunglai seperti mau remuk.

Sebenarnya nasib saya juga gitu sih. Tidak jauh dari dia. Sama-sama seorang ilustrator yang ngantor tiap sore dan dan pulang pagi gara-gara belum ada motor. Hiks...!! hiks..., seandainya saja ada orang bijak seperti yang dimaksud Kang Plato itu ada. Tentu tidak tega membiarkan buruhnya bekerja susah payah tanpa upah. Wahai orang kaya...., how could you do this to me?? Apa nggak ada sedikit vitamin untuk kita??

Jadi, jangan berpikiran bahwa kerja di perusahaan besar atau orang kantoran itu gajinya pasti besar. Dari tampilan luar sih memang kelihatan keren. Kemeja disetrika licin, pas dengan tubuhnya yang berbidang. Celana bahan dipadan dengan sepatu pantofel hitam mengkilat. Rambut disisir rapi atau sedikit mohawk. Sudah keren kayak gini? pingin disebut pria metoseksual? Waduuh..., di tempat kerja saya (maaf sebelumnya) OB bisa kayak gini. Berondong lagi...

Nggak usah bangga bekerja di perusahaan besar. Toh kita tetap jadi kecil. Begitu ditendang sedikit kita sudah bukan apa-apa lagi. Tambah susah kan?? Biar lebih enak menjalani kehidupan mari kita bercinta sama Tuhan tiap malam. Kata orang pintar sih gitu.

31 Januari 2008

Oleh-oleh dari Kalibata


Tadi sore saya kopi darat ke Kalibata sama seorang teman (milis). Menemui seseorang yang (semoga dapat) mencerahkan kehidupan saya. Pulang dari sana saya dapat oleh-oleh banyak (dan lezat) tapi nggak bisa dimakan. Tebak, apa coba? Karya (visual) saya dikritik habis-habisan. Semua masukan itu saya tampung dan saya jadikan masukan untuk karya berikutnya.

Senang (banget) rasanya dapat masukan yang membangun (kreativitas), yang bisa membuat tangan ini "nakal" lagi, bergerilya dan bercinta dengan si tikus (mouse). Tapi sebenernya saya sudah capek (juga) sih. Masa tiap malem jadi kalelawar (yang haus cari ilmu). Program penyehatan badan kapan ya bisa terlaksana? ho ho ho...

Belakangan ini saya memang doyan ngeblog, meskipun itu sekedar mereview kembali dunia (kreatif) yang saya alami. Kalo hidup ini tidak kreatif ya mana bisa asyik. Apalagi hidup di (neraka) Jakarta ini, yang selalu dikejar deadline dan deadline demi weekend. Tapi sialnya, weekend belum pernah saya rasakan sama sekali. Jadi kalo sampean-sampean pingin dapet weekend, ya sudah nggak usah(lah) kerja di media seperti saya ini.

Tapi saya sadar, bahwa semakin banyak dihadapkan dengan banyak tantangan, saya akan semakin banyak belajar mengambil tindakan (cepat) yang tepat. Kalo saya boleh mengelompokkan nih, ada tiga kelompok orang yang paling sering saya temui tiap hari. Ada yang dengan wajah sok serius(nya) lalu memberikan perintah, ada yang sambil senyam-senyum sok akrab, tapi ada juga yang memuji saya terlebih dahulu. Untuk orang yang ketiga itu, biasanya saya bilang ke mereka, "maaf, Mas, saya nggak ada uang kecil". Hehehe..

Nggak penting banget tulisan di atas ya??! ya sudahlah. Kalo gitu sampean bisa baca tulisan yang di bawahnya :)

29 Januari 2008

Sedang sedih


Saya sadar bahwa saya bukan siapa-siapa. Bukan seorang politikus, ekonom, atau penyandang status penting lainnya. Saya bukan orang yang terlalu penting di hadapan publik. Saya hanya seorang illustrator yang hidup di belakang layar sebuah surat kabar skala nasional. Yup, bekerja sebagai artis atau juru gambar yang tugas utamanya menghidupkan sebuah tulisan.

Bekerja sebagai illustrator banyak untungnya. Saya bisa mendapatkan banyak informasi dari luar. Karena mau tidak mau naskah yang masuk juga harus saya baca (meski hanya sekilas). Ada isu pilkada, ada tema pendidikan, politik, tapi kadang juga kriminal.

Halaman demi halaman alhamdulillah pernah saya taklukkan. Mulai dari yang sangat tidak penting hingga yang bisa dibanggakan. Sebut saja, misalnya proses pembuatan grafis People of The Year 2007 kemarin. Kemudian malam harinya setelah Pak Harto meninggal (27/01/2008) saya juga membuat grafis peta "rute alternatif dari bandara Adisumarmo ke makam Astana Giribangun".

Sebagai catatan tambahan, kematian Pak Harto menurut saya terlalu di blow up oleh media. KONTRAS mengkritik habis soal ini(detikdotcom). Mereka menambahkan, ini bisa mengakibatkan publik melupakan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Pak Presiden pasrah, matanya tampak berkaca-kaca sebelum memberikan pidato pemakamannya. Beliau mengeluarkan sebuah kebijakan; tujuh hari kedepan kantor-kantor atau instansi di seluruh Indonesia wajib memasang bendera merah putih setengah tiang selama tujuh hari untuk mengenang jasa-jasa Pak Harto.

Kok tujuh hari? ada apa dengan angka ganjil? Islam banget ya. Kalo versi teman saya; NU banget ya. Momen tujuh hari berkabung ini juga tidak disia-siakan oleh mereka yang punya ide kreatif. Mereka menjual bendera-bendera itu di pinggir jalan, mirip seperti momen agustusan. "Semoga laku keras ya, Pak", doa saya.

Keluarga Cendana sedang dilanda duka. Demikian juga saya. Illustrator lama (senior) saya sudah tidak ada lagi. Dia mengundurkan diri dari perusahaan untuk mengadu nasib di perusahaan baru yang (mungkin) lebih baik dari sebelumnya. Saya sedih sekaligus merasa tertantang. Karena kedepan tenaga kreatif saya bakal dibutuhkan. Menghajarnya lagi, halaman demi halaman. Lagi dan lagi...

23 Januari 2008

Dilihat Bikin Geli



Saya bukan pengamat mode, tapi saya tahu bahwa hal2 berikut ini salah dan jangan ditiru. Kalo anda bisa membayangkan, mungkin anda akan tertawa geli dengan tingkah laku beberapa orang ini yang (barangkali) tidak tahu bahwa dirinya salah mode:

Pertama, seorang bapak berpakaian kemeja polos warna krem dengan padanan celana pantai bermotif bunga2 sepatu. Udah gitu bajunya dimasukkan lagi.

Kedua, seorang kenek angkot megenakan kaos bertuliskan "Fuck The Jack". Bukannya dilarang sih. Cuma dia tahu artinya atau tidak. Seandainya ada penggemar Jakmania yang tahu tulisan itu gimana?

Ketiga, seorang pedagang kaki lima. Perawakannya gagah tegap, badannya berisi. Kulitnya coklat sawo matang. Eh kaos yang dipake ada tulisan "I love Christina (aguilera)". Tampang sih boleh serem tapi kaosnya..., duh amit-amit.

Keempat
, seorang perempuan, pramuwisma. Umurnya kelihatan sudah kepala empat. Kaos yang dipakai lumayan ketat, warna hijau. Tertera tulisan "Yes, but not with you". Kaos ini menurut saya lebih cocok dipake penghuni rumah bordil. Ya gusti, kasihan banget ini orang. Semoga dia gak tahu artinya

Merindukan Injeksi Cinta Noriyu


Sudah sekian lama aku merindukan Noriyu. Bukan karena kecantikan yang terlukis di wajahnya, bukan karena gelar dokter yang telah disandangnya, ataupun novel manis buah karyanya. Noriyu bagai seorang Afandi (maestro seni rupa), yang telah memberi semangat ini hidup meletup. Kuberikan sebuah tempat lapang di hatiku. Untuk karya yang mempesona, menyejukkan jiwa.

Kau dimana Noriyu? Namamu mengingatkanku untuk terus berkarya, merangkai kata indah. Tapi aku tidak bisa. Sulit rasanya memulai menari di atas keyboard dengan kedua jariku ini. Jika karyamu tidak lagi ada. Atau kau tidak lagi berkarya.

Salam rindu buat Noriyu (Nova Riyanti Yusuf)

20 Januari 2008

Anti air


Mendengar kata-kata anti air, saya teringat akan tulisan yang tertera pada bungkus (packaging) peci/songkok yang dulu pernah saya miliki. Anti air berarti kalau terkena air tidak bermasalah, tidak akan menyebabkan kerusakan. Lain daripada hal itu, anti air versi saya berarti takut akan air. Bisa takut karena air itu dingin atau takut karena menyebabkan basah.

Beberapa tahun yang lalu saya kerap berkumpul dengan beberapa "komunitas" anti air. Sebenarnya bukan komunitas beneran, karena mereka kebetulan saja sering kumpul dan membicarakan beberapa topik menarik. Biasanya seputar seni atau filosofi kehidupan. Sungguh akan menarik jika memori otak bisa bekerja dengan baik.

Segelas kopi diseruput bersama. Rokok 76 menjadi teman yang setia. Beberapa kertas hasil goresan kuas-kuas lebar sudah digelar. Meskipun hasilnya belum maksimal tapi yang terpenting terlihat meyakinkan. Agar suasana lebih cozy, musik jazz atau rock klasik kita perdengarkan di ruangan itu, melalui kotak kecil ajaib yang kita sebut radio.

Wajah kita kusut-kusut karena sering begadang dan jarang mandi (tapi tidak semuanya). Pasti baunya aneh ya? pasti jarang gosok gigi juga ya? Padahal diantara kami tidak ada yang sakit atau penyakitan kalo kena air. Sengaja aja malas kena air. Kami tidak tahu apakah kami ini disebut seniman atau lebih pantas disebut gembel. Lha wong nggak pernah mandi. Pergi ke kampus pun kami masih acak-acakan. Celana bolong atau kaos oblong menjadi asesoris utamanya. Apalagi kalo ada bekas torehan cat, terlihat semakin mantap kayaknya. Mungkin saat itu pikiran kami masih sempit. Seniman sepertinya diwajibkan berteman dengan dunia yang kotor, kumal, dekil, jorok mungkin, dan sederet istilah-istilah semacamnya.

Saya yang pernah mencoba mengikuti gaya hidup mereka selama beberapa tahun. Alhasil, diri saya merasa aneh sendiri, merasa kurang pas aja. Kelihatannya malah nggak serius, dan tidak meyakinkan di hadapan orang. Ya sudahlah saya coba lagi untuk sedikit melawan arus, dengan bergaya sedikit rapi (bukan berarti trendi). Tapi saat saya bergumul kembali dengan mereka malah saya yang jadi kelihatan tambah aneh. Oalah... bodoh amat saya!! Kapan bisa hidup menjadi diri sendiri dan tidak mengikuti orang lain.

Beberapa tahun kemudian, frekuensi berkumpul dengan calon-calon seniman itu mulai berkurang. Ganti dengan dunia pers kampus. Saya pikir kali ini hidup saya akan berubah dan sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Boro-boro pingin rapi, pingin ke kamar mandi yang bersih aja gak ada. Buhh!!

Tapi sekarang saya sudah berubah lho, he he he...

18 Januari 2008

Kaya Karena Karya


Saya tidak tahu apa yang sedang menyelimuti pikiran saya. Hanya saja saya selalu tertarik setiap melihat dan mengamati karya (seni) seseorang. Hal ini membuat saya selalu terpacu dan ingin menandingi lebih dari yang mereka ciptakan. Luar biasa, bukan? Semangat boleh tinggi tapi seharusnya saya sadar diri juga.

Alhamdulillah setiap hari saya masih diberikan kesempatan untuk berkarya. Bagaimanapun hasilnya saya akan mencoba menghargainya. Dengan tidak membuangnya, mencoretnya, ataupun membakarnya. Terkadang saya masih suka menorehkan kata-kata di sisi kertas untuk sekedar memberikan semangat lagi. Beberapa teknik juga masih saya pelajari.

Saya hampir tidak pernah menutup diri untuk diberikan masukan dan kritikan, asal itu masih membangun. Bagi saya kritikan pedas adalah aset yang sangat berharga untuk kemajuan saya ke depan. Meskipun terkadang menyakitkan hati, tapi itulah resiko yang harus saya terima.

Saya masih ingin berkarya selama umur masih ada. Berkarya dan bermain dengan dunia rupa adalah hal yang menyenangkan. Karya disamping adalah karya saya yang diterbitkan untuk koran harian (khusus) di Wilayah Palembang. Ya!! karena untuk wilayah lain, karyanya juga lain.

Tertarik untuk menyimaknya?? silakan buka www.usmany.deviantart.com untuk mengapresiasinya. Saya juga menerima pekerjaan freelance untuk illustrasi buku atau cover buku/majalah (lha? kok saya malah promosi di sini??) hahaha....

Mari kita semua berkarya untuk kehidupan kita. Yang jadi Akuntan jadilah yang profesional, yang jadi aktivis jangan cuma bisa ceriwis, yang jadi politikus jangan kayak tikus, dan yang jadi seniman gak usah bingung cari makan.

17 Januari 2008

AQUA Ya Air Mineral


Dari satu kota ke kota lain ternyata kata "AQUA" sudah dijadikan istilah untuk penyebutan air mineral. Di rumah orang tua saya (kebetulan di rumah buka toko kecil) orang yang mau beli air minum bertanya kepada saya,
"Mas Anton, AQUA yang biasa ada nggak? berapa harganya".
Saya bingung dibuatnya. "AQUA biasa...??, AQUA yang mana, Pak", tanya saya kembali.
(saya terpaksa menyebut AQUA juga padahal sebenarnya yang dimaksud air mineral)
"Itu lho, AQUA yang CLUB", sahutnya.
"Ooo, kalo yang CLUB harganya sekian, kalo VIT sekian, AQUA asli memang rada mahal".
(Saya jadi kayak keledai bodoh, emang ada AQUA asli dan AQUA biasa...??)
"Ya sudah yang CLUB aja deh, lha duitnya cuma adanya segini"
"Iya, Pak. Mau ambil berapa?"

Di lain hari saya juga mengalami peristiwa yang serupa.
"Mas, tuku AUTAN sing LAVENDA"(Mas beli AUTAN yang LAVENDA).
"Gak onok e..., tak ke'i SOFFEL gelem tah?" (Nggak ada tuh, saya kasi SOFFELL mau?)
Goblok kan? Siapa yang goblok? saya atau mereka? atau kebudayaan yang akan kita goblokkan?

Parahnya lagi, di sebuah daerah kecil di Probolinggo, Jawa Timur, HONDA itu adalah sebutan untuk semua motor roda dua. Biasanya yang menggunakan istilah HONDA adalah mereka kaum tua. Dalam sebuah percakapan misalnya, "Mat, di rumahmu ada HONDA nggak? saya mau pinjam sebentar. Apapun merk motornya, semuanya akan disebut HONDA.

Berbahagialah mereka yang mempunyai merk pertama kalinya. Dan sungguh kasihan mereka yang mempunyai merk kedua dan seterusnya. Di bawah ini adalah beberapa nama merk yang dijadikan istilah oleh masyarakat kita.

Indomie, seharusnya "mie instant". Sarimie, Supermie, Mi Kare, dll dianggap sama aja
Baygon, seharusnya "obat nyamuk bakar". King Kong, Kuda, dll tersingkir
Softex, seharusnya "pembalut wanita". Merk lain harus mengalah yaa...
Bata, seharusnya "sandal empuk lagi nyaman".

Semua harus mulai dirubah. Generasi muda sekarang kan seharusnya sudah terbuka pikirannya. Tahu dunia luar segala. Jangan lagi sebut kata "AQUA" di telinga saya. Gitu ngakunya anak Jakarta?

16 Januari 2008

Sesak dan Makin sesak


Kemarin siang setelah nyuci pakaian, saya menyempatkan diri nonton acara tv. Saya sadar bahwa saya butuh rileksasi otak. Acara yang saya pilih pun tidak asal-asalan. Saya suka nonton lawak. Sialnyan jam segitu belum ada acara lawakan. Nonton infotainment? bosan ah, ngegosip mulu. Untung ada acara CERIWIS. Siiplah, kata saya dalam hati.

Meskipun indie Barends tidak ada (katanya hari itu sedang berulang tahun), acara masih meriah karena digantikan salah satu pelawak perempuan transvaganza, acara tetap oke, interest dan menghibur di mata saya. Kalo ada yang kocak dan konyol itu yang saya cari. Makanya kalo mampir ke rental VCD, film yang most wanted versi saya ya yang lucu-lucu gitu. Maklum, ini adalah cara yang paling mudah dan relatif murah untuk mengendurkan syaraf-syaraf otak saya yang klimaks. Seperti di serang badai tiap hari. Lha wong kerja saya sampai sekarang belum ada liburnya. Kasian saya yak? :D

Anyway,ngomong-ngomong soal acara televisi. Saya juga suka nonton berita. Bukan berita kriminal atau kekerasan. Pasalnya yang kayak gitu itu kurang mendidik. Saya suka menyimak berita features, berita yang dikemas apik seputar kehidupan manusia. Biasanya sih tentang penderitaan atau kisah unik kehidupan manusia. Dari sini saya bisa belajar olah rasa dan membuka mata hati saya.

Tapi kali ini saya (lagi-lagi) kurang beruntung. Berita yang saya lihat kemasannya sungguh-sungguh buruk. Menceritakan seseorang pekerja kotor* yang bertahan hidup di Ibukota dengan cara yang bisa dikatakan cukup mudah. Yaitu mengobok-obok sungai kotor itu. Hasilnya? dapat sendok, uang lima ratus perak, lima puluh perak, besi tua, atau mungkin kalo pas beruntung bisa dapet emas asli.

Saat dapat emas itu wajah gembira si pemulung tua itu terlalu di blow up. Sederhana saja, saya cuma khawatir jangan-jangan beberapa periode ke depan akan datang banyak manusia dari daerah, melestarikan pekerjaan mereka dan berharap mendapatkan "sampah mewah". Jakarta makin sesak?? "bodoh amat!!?", mungkin itu pikiran mereka.


Pekerja kotor* = memulung sampah di sungai Jakarta yang kotor dan bau

13 Januari 2008

Bercinta dengan maya

Mungkin anda mengira bahwa Maya itu nama orang padahal sebenarnya bukan. Pasti anda juga sering terjebak pemahaman gara-gara sebuah judul. Cinta dalam film "Ada Apa Dengan Cinta", atau Kasih dalam "Kisah Kasih di Sekolah" misalnya. Judul dibuat seakan menyatu dengan kata sebelumnya. Bermain kata-kata sungguh menyenangkan, menjadikan tulisan kita lebih indah. Bukankah demikian?

Jika kata maya saya tulis dengan "m" besar (M) bisa jadi itu nama orang, tapi maya dalam tulisan ini artinya adalah dunia semu atau tidak nyata (http://id.wikipedia.org/wiki/Maya).

Kisah cinta saya dengan dunia maya sudah berjalan sekitar tujuh tahun. Saat itu saya masih terdaftar sebagai pasukan abu-abu putih yang tidak begitu pandai berkelahi. Waktu terus berjalan, dunia maya yang selanjutnya disebut internet berhasil mencuri hati saya. Setiap minggu saya pasti meluangkan waktu untuknya, mesipun hanya mampu bertahan dengan durasi dua atau tiga jam saja. Maklum belum punya penghasilan sendiri. Harga sewa satu jam internet bisa untuk beli makan satu porsi, atau buat beli satu kaleng kerupuk.

Internet bagi saya adalah candu yang membuat saya rindu jika kehilangannya. Tapi sekarang, internet semakin murah, harganya pun juga relatif terjangkau bagi orang sekelas pelajar atau mahasiswa. Sebagai buktinya, banyak pelajar yang saya temui rela meluangkan/mencuri waktunya di saat jam sekolah. Entah pelajaran sekolah lagi tidak ada atau gimana, yang jelas itu bukan urusan saya.

Saya hanya bisa terdiam miris saat yang mereka saksikan di depan matanya adalah sesuatu yang mereka anggap sudah biasa. Bokep. Begitu mereka menyebutnya.

Saat saya masih belajar di kota dingin, bagian selatan Surabaya, sebuah warnet dengan pedenya memberikan fasilitas download film gratis, termasuk bokep. Kalo dicopy bisa sampai berkeping-keping CD kali. Alamaaaak. Praktis aja semua orang pada lari kesana, termasuk pak polisi yang sudah gatel ingin menghentikan ulah para tersangka. Karena tidak hanya download film gituan yang mereka tawarkan, tapi juga MP3 dan software bajakan.

Makanya, kalo lagi menyelami dunia maya jangan cuma cari MP3 gratisan. Ngakunya belajar internet, tapi malah lihat bokep. Baca tulisan kek, atau sekedar komentari tulisan saya yang tidak menggigit ini. Hehehe...

bualan saya

11 Januari 2008

Ayo Dong Pak Harto...

Lantaran ingin mendapatkan sensasi dan mencuri perhatian dari pembaca setianya, sebuah media massa lokal dari Jakarta berinisial "PM" berani merubah headline yang tidak seperti hari-hari biasanya, ulasan dunia seks dan kriminal mungkin dikurangi porsinya. Begitu issue Soeharto (mantan cover boy majalah time edisi Suharto Inc.) mulai gencar karena penyakit komplikasinya, "PM" ikut meramaikannya. Barangkali PM yakin hal ini bisa mendongkrak angka penjualannya.

Sekitar pukul 20.00 WIB tadi, beberapa teman melakukan obrolan kecil tentang kondisi terkini Soeharto di RSPP. Ada yang mengatakan bahwa "Babe" sudah nggak ada. Sayapun langsung kroscek di detikcom, okezone, dan tidak lupa kompascom. Tiga situs ini menurut saya lumayan update untuk urusan berita terbaru. Ternyata issue itu tidak saya temukan disana.

Tengah asyik bekerja, pukul 20.43 HP Nokia saya berdering keras. Ada nomor baru yang belum saya kenal. Setelah saya angkat ternyata itu suara perempuan. Dia adalah sepupunya saudara sepupu saya. Dia mengaku bahwa dia bekerja pada sebuat tempat yang masih ada hubungannya dengan Mbak Tutut (anak Soeharto). Saya ngobrol santai ngalor ngidul dengannya. Lalu saya iseng tanya gimana kabar Pak harto. "Kondisinya sekarang masih kritis".

Di Cendana banyak polisi menjaga ketat area sekitar, sedangkan Kodim Solo siap lakukan dua skenario pemakaman. Semakin kritis kondisi Pak Harto yang jelas saya akan dihadapkan tantangan, bahwa akan ada pekerjaan besar nantinya. Membuat gambar (infografis) besar satu halaman, dan saya tahu bahwa itu adalah pekerjaan yang membosankan. Ayo dong Pak Harto, jangan meninggal dulu biar kerjaan saya nggak semakin banyak. Saya takut kewalahan nih...

10 Januari 2008

Tuhan, Aku Bisa Terbang



Kalau punya sayap enak kali yak? bisa terbang bersama kawanan burung. Melihat isi alam semesta, atau sekedar memperhatikan tingkah ulah manusia yang sedang bercengkrama dengan dunianya.

Tapi Aku saat ini sedang terbang di sebuah ruangan besar. Mirip seperti gedung olahraga basket atau futsal. Ruangan ini biasanya juga disewakan untuk menghelat pertunjukan musik, misalnya konser Agnes Monica atau Dewa.

Mereka semua yang ada di bawah menatapku seraya berkata "Hai, bagaimana mungkin kau bisa terbang? sementara banyak orang di sini dibuat keheranan, melihat engkau yang merayakan sukacita di atas sana?"

Sesaat Aku terdiam, masih di atas. Aku masih menghempaskan energi yang muncul dari dua kaki. Aku turun. Semuanya hening. Tidak menyapa sepatah kata. Seakan tidak ada yang mengenaliku.

Hari ini Aku merasa bukan lagi manusia.

08 Januari 2008

Pengamen dan Amplop


Tahu nggak arti pengamen? di wikipedia Indonesia kata "pengemen" ternyata belum menyediakan terjemahan atau definisinya. Barangkali pengamen adalah nama istilah saja, yakni pekerjaan mencari uang dengan cara menyanyi atau menghibur orang lain.

Pengamen yang saya temui banyak yang kreatif, tapi ada juga yang sadis karena cara minta uangnya memaksa. Misalnya dengan mengeluarkan kalimat seperti ini; "Kami tidak memaksa kok, tapi doa selamat kami hanya untuk mereka yang memberi". Atau kalimat lain; "Seadanya deh, Mas. Kalo uang besar juga nggak papa, nanti kita kasi uang kembaliannya". Busyet, kayaknya si pengamen naas banget hari ini. Kalo kamu penasaran sama kejadian seperti ini, naik aja kereta atau bus kelas enkonomi jalur antar kota. Biasanya banyak terjadi. Sudah tempatnya nggak nyaman, nggak aman lagi. Itulah dunia kecil Indonesia.

Kalau pengamen yang kreatif seperti apa? Mereka adalah pengamen yang menyanyikan lagu peterpan dengan dua bahasa. Satu bahasa Indonesia dan satu lagi bahasa asing, entah bahasa apa itu. Kayaknya sih bahasa Arab, soalnya dia fasih banget dalam melafalkannya. Kostum yang dia pakai juga tidak gembel(bukan berarti baju baru), gayanya seperti anak muda Ibukota pada umumnya.

Lain hari saya menjumpai model baru lagi. Dia berpuisi di atas bus. Menurut saya sih bukan puisi karena isinya adalah sindiran bagi mereka yang tidak memberi uang. Bahasanya tidak karuan, penuh bualan. Tidak ada yang indah pokoknya. Kostumnya juga asal-asalan. Awalnya saya mengira dia seorang penumpang, ternyata bukan. Yang jelas bukan seorang seniman. Dia adalah pengamen yang asal-asalan, tidak menghibur tapi justru mengacaukan suasana.

Satu lagi nih, entah disebut pengamen atau bukan. Pakaiannya layaknya santri. Kalo laki-laki mengenakan peci lengkap dengan baju kokonya. Kalo perempuan dia pasti mengenakan kerudung sebagai busana pendukungnya. Lalu mereka menyodorkan amplop tertutup bertuliskan Yayasan, Panitia Masjid, Panti Asuhan dan semacamnya. Skenario dimulai.

"Assalamu'alaikum wr wb, Alhamdulillahirabbil'aalamiin, Wabihii nasta'iin, 'alaa umuuriddunnya waddiin, dst...". Kemudian dia memberikan sedikit pengantar (semi ceramah) dimana isinya itu; Tuhan mencintai orang-orang yang beramal, bahwa sodara-sodara di luar sana masih membutuhkan uluran tangan, bahwa jalinan sosial harus tetap terjaga dan bla bla bla. Lima menit kemudian mereka mengambil kembali amplop-amplop yang telah dibagikan. "Terimakasih dan wassalaamu'alaikum wr wb". Mereka turun dari Bus.

Pantas nggak sih agama sampai "dikemas" sedemikian rupa?